suka-suka
Selasa, 01 Juli 2014
Jumat, 27 Juni 2014
Senin, 12 Desember 2011
REGISTRASI, IZIN PRAKTEK DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN
PERATURAN
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011
NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011
TENTANG
REGISTRASI, IZIN
PRAKTIK,
DAN IZIN
KERJA
TENAGA KEFARMASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 37 ayat (4),
Pasal 42 ayat (4), Pasal 50 ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian;
Mengingat : 1.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa
kali
diubah
terakhir dengan
Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia
Nomor 5072);
4. Peraturan Pemerintah Nomor
32
Tahun
1996
tentang
Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik
Indonesia
Tahun 1996 Nomor
49,
Tambahan Lembaran
Negara
Republik Indonesia
Nomor 3637);
5. Peraturan Pemerintah
Nomor
72
Tahun
1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor
138,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia
Nomor 3781);
6. Peraturan Pemerintah Nomor
38
Tahun
2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara
Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor
82,
Tambahan Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Pemerintah Nomor
51
Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
8. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
9. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/ VIII/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN
MENTERI KESEHATAN TENTANG
REGISTRASI,
IZIN PRAKTIK, DAN
IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud
dengan:
1. Pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional.
2. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian.
3. Apoteker
adalah Sarjana Farmasi
yang telah lulus sebagai
Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
4.
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga
yang
membantu
Apoteker
dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi
dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker;
5. Sertifikat kompetensi profesi adalah
surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik profesinya
di
seluruh Indonesia
setelah
lulus
uji
kompetensi.
6. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap
tenaga kefarmasian yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai
kualifikasi tertentu serta diakui secara hukum untuk menjalankan
pekerjaan/praktik profesinya.
7. Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap
tenaga kefarmasian yang telah
diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
8. Surat Tanda
Registrasi
Apoteker,
yang selanjutnya disingkat STRA
adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
9.
Surat Tanda
Registrasi
Apoteker
Khusus, yang selanjutnya disingkat STRA Khusus
adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker warga negara asing lulusan luar negeri
yang akan melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia.
10. Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya
disingkat STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri
kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi.
11. Surat Izin
Praktik
Apoteker,
yang
selanjutnya
disingkat
SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat
melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
12.
Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah
surat izin praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan
pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
13.
Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disebut SIKTTK adalah
surat izin praktik
yang diberikan kepada
Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat
melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
14. Komite Farmasi Nasional, yang selanjutnya disingkat KFN adalah lembaga yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan yang berfungsi untuk meningkatkan mutu Apoteker
dan Tenaga Teknis Kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
kefarmasian.
15. Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di
Indonesia.
16. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal
pada Kementerian Kesehatan yang tugas
dan tanggung
jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
17. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
BAB II REGISTRASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda
registrasi.
(2) Surat tanda registrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. STRA bagi Apoteker; dan
b. STRTTK
bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pasal 3
(1) STRA dan STRTTK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dikeluarkan oleh Menteri.
(2) Menteri
mendelegasikan pemberian:
a. STRA kepada KFN; dan
b. STRTTK kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Pasal 4
(1) Apoteker warga negara asing lulusan luar negeri yang akan
menjalankan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
dalam rangka alih teknologi atau bakti sosial harus
memiliki STRA Khusus.
(2) STRA khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikeluarkan oleh KFN untuk
jangka waktu kurang dari 1 (satu) tahun.
(3) Untuk dapat menjalankan pekerjaan kefarmasian, Apoteker
yang telah memiliki STRA Khusus tidak memerlukan SIPA atau SIKA, tetapi wajib melapor kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 5
(1) Apoteker lulusan luar negeri yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian di Indonesia harus melakukan adaptasi pendidikan.
(2) Adaptasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada institusi pendidikan
Apoteker yang terakreditasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi
pendidikan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 6
STRA dan STRTTK berlaku selama
5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi
persyaratan.
Bagian Kedua
Persyaratan Registrasi
Persyaratan Registrasi
Pasal 7
(1) Untuk
memperoleh STRA, Apoteker harus
memenuhi persyaratan:
a. memiliki
ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c.
memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
Apoteker;
d. memiliki
surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etika profesi.
(2) Selain memenuhi
pesyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bagi Apoteker lulusan
luar negeri harus memenuhi:
a. memiliki surat keterangan telah melakukan adaptasi pendidikan
Apoteker dari institusi pendidikan yang
terakreditasi; dan
b. memiliki surat izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian bagi Apoteker warga negara
asing.
Pasal 8
Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi
persyaratan:
a. memiliki ijazah sesuai dengan
pendidikannya;
b.
memiliki surat keterangan sehat fisik
dan
mental
dari
dokter
yang
memiliki surat izin praktik;
c. memiliki rekomendasi
tentang
kemampuan
dari
Apoteker
yang
telah
memiliki STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau
organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis
Kefarmasian; dan
d. membuat pernyataan akan mematuhi
dan
melaksanakan
ketentuan etika kefarmasian.
Bagian Ketiga
Sertifikat Kompetensi Profesi
Pasal 9
(1) Sertifikat
kompetensi profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf b dikeluarkan oleh organisasi profesi setelah
lulus uji kompetensi.
(2) Sertifikat kompetensi profesi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
dilakukan uji kompetensi kembali setelah habis masa berlakunya.
Pasal 10
(1) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi dianggap
telah lulus uji kompetensi
dan
dapat
memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung.
(2) Permohonan
sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan
oleh
perguruan
tinggi
secara kolektif 1 (satu) bulan
sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker baru.
(3) Organisasi profesi harus memberitahukan kepada KFN mengenai sertifikat kompetensi yang dikeluarkan paling lama 2 (dua) minggu sebelum pelantikan dan pengucapan
sumpah Apoteker.
Pasal 11
(1) Uji kompetensi dilakukan oleh organisasi profesi
melalui pembobotan
Satuan Kredit Profesi (SKP).
(2) Pedoman
penyelenggaraan uji kompetensi ditetapkan oleh KFN.
Bagian Keempat
Tata Cara Memperoleh Surat Tanda Registrasi
Pasal 12
Tata Cara Memperoleh Surat Tanda Registrasi
Pasal 12
(1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada KFN dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 1 terlampir.
(2) Surat
permohonan STRA harus melampirkan:
a. fotokopi
ijazah Apoteker;
b. fotokopi surat sumpah/janji Apoteker;
c. fotokopi sertifikat kompetensi profesi
yang masih berlaku;
d. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktik;
e.
surat pernyataan akan mematuhi
dan
melaksanakan
ketentuan
etika profesi; dan
f. pas foto terbaru
berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2
(dua) lembar.
(3) Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika atau
secara online melalui website KFN.
(4) KFN harus menerbitkan STRA paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 2 terlampir.
Pasal 13
(1) Bagi Apoteker
yang baru lulus
pendidikan dapat
memperoleh STRA
secara langsung.
(2) Permohonan
STRA sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan oleh perguruan tinggi secara kolektif setelah memperoleh sertifikat kompetensi profesi 2 (dua) minggu
sebelum pelantikan dan pengucapan
sumpah Apoteker baru dengan
menggunakan
contoh
sebagaimana
tercantum dalam Formulir 3 terlampir.
Pasal 14
(1) Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus
mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir
4 terlampir.
(2) Surat
permohonan STRTTK harus melampirkan:
a. fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau
a. fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau
Analis Farmasi atau Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
b. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
c. surat pernyataan
akan
mematuhi
dan
melaksanakan
ketentuan
etika kefarmasian;
d. surat rekomendasi kemampuan
dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan
institusi pendidikan lulusan, atau organisasi
yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
e. pas foto terbaru
berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2
(dua) lembar.
(2) Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi harus menerbitkan STRTTK paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima
dan dinyatakan lengkap menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 5 terlampir.
Bagian Kelima
Registrasi Ulang
Registrasi Ulang
Pasal 15
(1) Registrasi
ulang dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 atau Pasal 14 dengan
melampirkan
surat
tanda
registrasi yang lama.
(2) Registrasi ulang harus dilakukan
minimal 6 (enam) bulan sebelum
STRA atau STRTTK habis masa berlakunya.
Bagian Keenam
Pencabutan STRA dan STRTTK
Pasal 16
(1) STRA
atau STRTTK dapat dicabut karena:
a. permohonan yang
bersangkutan;
b. pemilik STRA atau STRTTK tidak lagi memenuhi
persyaratan fisik
dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan surat keterangan
dokter;
c. melakukan
pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian; atau
d. melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang
dibuktikan dengan putusan pengadilan.
(2) Pencabutan
STRA disampaikan kepada pemilik STRA dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi profesi.
(3) Pencabutan
STRTTK
disampaikan
kepada
pemilik
STRTTK
dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi yang menghimpun
Tenaga Teknis
Kefarmasian.
BAB
III
IZIN PRAKTIK DAN IZIN KERJA
IZIN PRAKTIK DAN IZIN KERJA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.
(2) Surat
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian;
b. SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian;
c.
SIKA bagi Apoteker
yang
melakukan
pekerjaan
kefarmasian
di
fasilitas produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran; atau
d.
SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
kefarmasian.
Pasal 18
(1) SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan
untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.
(2) Apoteker penanggung jawab di fasilitas
pelayanan kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi Apoteker
pendamping di luar jam kerja.
(3) SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan
untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan
kefarmasian.
(4) SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat
fasilitas kefarmasian.
Pasal 19
SIPA, SIKA, atau SIKTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.
Pasal 20
SIPA, SIKA, atau SIKTTK
masih tetap berlaku sepanjang:
a. STRA atau STRTTK masih berlaku; dan
b. tempat praktik/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam
b. tempat praktik/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam
SIPA, SIKA,
atau SIKTTK.
Bagian Kedua
Tata Cara Memperoleh SIPA, SIKA, dan SIKTTK
Tata Cara Memperoleh SIPA, SIKA, dan SIKTTK
Pasal 21
(1) Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilaksanakan dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 6 terlampir.
(2) Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
a. fotokopi STRA
yang dilegalisir oleh KFN;
b. surat pernyataan mempunyai tempat
praktik
profesi
atau surat
keterangan dari pimpinan
fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau
distribusi/penyaluran;
c. surat
rekomendasi dari organisasi profesi; dan
d. pas foto berwarna
ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar;
(3) Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker
pendamping harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua,
atau ketiga.
(4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA
atau SIKA paling lama
20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan
diterima dan dinyatakan lengkap dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 7
atau Formulir 8 terlampir.
Pasal 22
(1) Untuk memperoleh SIKTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan dengan menggunakan
contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 9 terlampir.
(2) Permohonan SIKTTK harus melampirkan:
a. fotokopi STRTTK;
b. surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon
melaksanakan pekerjaan kefarmasian;
Kefarmasian; dan
d. pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4
sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Dalam mengajukan
permohonan
SIKTTK
harus
dinyatakan
secara
tegas permintaan SIKTTK untuk tempat pekerjaan kefarmasian
pertama, kedua, atau ketiga.
(4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIKTTK
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan
diterima dan dinyatakan lengkap dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 10 terlampir.
Bagian Ketiga
Pencabutan
Pencabutan
Pasal 23
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPA, SIKA atau SIKTTK
karena:
a. atas permintaan yang bersangkutan;
b. STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi;
c. yang bersangkutan
tidak
bekerja
pada
tempat
yang
tercantum
dalam surat izin;
d. yang bersangkutan tidak lagi
memenuhi
persyaratan
fisik
dan
mental untuk
menjalankan pekerjaan kefarmasian
berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan dengan surat
keterangan dokter;
e. melakukan pelanggaran
disiplin
tenaga
kefarmasian
berdasarkan
rekomendasi KFN; atau
f. melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang
dibuktikan dengan putusan pengadilan.
(2)
Pencabutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikirimkan kepada pemilik SIPA, SIKA, atau SIKTTK dengan tembusan kepada Direktur
Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan organisasi profesi atau
organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis
Kefarmasian.
Bagian Keempat
Pelaporan
Pasal 24
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan
pelaksanaan pemberian SIPA, SIKA, dan SIKTTK serta
pencabutannya setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib melaporkan rekapitulasi pemberian SIPA, SIKA, dan SIKTTK serta
pencabutannya
setiap
6
(enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal.
BAB
IV
KOMITE FARMASI NASIONAL
Pasal 25
KOMITE FARMASI NASIONAL
Pasal 25
(1) Untuk meningkatkan dan menjamin mutu tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, Menteri membentuk KFN.
(2) KFN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unit non struktural yang bertanggung jawab
kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
Pasal 26
KFN mempunyai tugas:
a. sertifikasi dan registrasi;
b. pendidikan
dan pelatihan berkelanjutan; dan c. pembinaan dan pengawasan.
(1) Susunan organisasi KFN terdiri dari:
Pasal 27
(1) Susunan organisasi KFN terdiri dari:
a. Divisi Sertifikasi dan Registrasi;
b. Divisi
Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan; dan
c. Divisi Pembinaan dan
Pengawasan.
(2) Anggota KFN ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan Direktur
Jenderal berjumlah 9 (sembilan) orang yang terdiri
atas unsur-unsur yang berasal
dari:
a. Kementerian Kesehatan 2 (dua) orang;
b. Badan
Pengawas Obat dan Makanan 1 (satu) orang;
c. Organisasi profesi 3 (tiga) orang;
d. Organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian 1 (satu)
orang;
e. Perhimpunan dari Perguruan Tinggi Farmasi di Indonesia
1 (satu)
orang; dan
f. Kementerian
Pendidikan Nasional 1 (satu) orang.
(3) Persyaratan keanggotaan KFN sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1) meliputi:
(1) meliputi:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. latar
belakang pendidikan bidang farmasi;
d. untuk anggota
KFN yang berasal
dari organisasi atau perhimpunan harus diusulkan oleh organisasi atau perhimpunan yang
bersangkutan kepada Direktur Jenderal.
(4) Masa bakti
keanggotaan KFN adalah
3 (tiga) tahun
dan dapat dipilih kembali maksimal 1 (satu)
periode.
(5) Ketua KFN harus
Apoteker dan ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 28
(1) Divisi Sertifikasi dan Registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (1) huruf a bertugas:
a. menyiapkan
rancangan cetak biru sertifikasi dan registrasi;
b. menyusun
pedoman tata laksana sertifikasi dan registrasi; dan c. melaksanakan registrasi.
(2) Divisi Pendidikan dan Pelatihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b mempunyai tugas:
a. menyusun cetak biru pengembangan pendidikan
berkelanjutan;
b. menyusun
pedoman pengembangan pendidikan berkelanjutan; dan
c. menetapkan angka Satuan Kredit
Profesi (SKP)
pada pelaksanaan pengembangan pendidikan berkelanjutan.
(3) Divisi Pembinaan
dan Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) huruf c mempunyai tugas melaksanakan pembinaan
dan pengawasan terhadap tenaga kefarmasian dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian.
Pasal 29
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (3), KFN dapat membentuk tim ad
hoc.
(2) Tim ad hoc bertugas
menyelesaikan dugaan pelanggaran
disiplin.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai dugaan pelanggaran disiplin diatur oleh
KFN.
Pasal 30
(1) KFN dalam
melaksanakan tugasnya dibantu sekretariat.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin
oleh seorang Sekretaris.
(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Direktorat Jenderal pada
Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya
di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan.
Pasal 31
Sekretariat KFN
mempunyai tugas:
a. memberikan pelayanan administrasi umum untuk mendukung
pelaksanaan tugas KFN;
b. memproses
penerbitan, pengesahan, dan mengirimkan STRA; dan
c.
mengelola keuangan, kearsipan, personalia, dan kerumahtanggaan KFN.
Pasal 32
Pembiayaan kegiatan KFN dibebankan pada Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja Negara (APBN) sektor kesehatan melalui Daftar Isian Pelaksana
Anggaran (DIPA)
Direktorat
Jenderal
pada
Kementerian
Kesehatan
yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
BAB
V
PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN
Pasal 33
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
dan
penerapan
Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Direktur
Jenderal, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
organisasi dan/atau perhimpunan terkait sesuai dengan fungsi
dan tugas masing-masing.
(2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) diarahkan untuk:
a. melindungi pasien dan masyarakat dalam hal pelaksanaan pekerjaan kefarmasian yang
dilakukan oleh tenaga kefarmasian;
b.
mempertahankan dan meningkatkan mutu pekerjaan
kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
dan
c. memberikan kepastian
hukum bagi pasien,
masyarakat, dan tenaga
kefarmasian.
(3) Hasil pembinaan dan pengawasan
yang
dilakukan
setiap
institusi
dilaporkan secara berjenjang kepada
Direktur Jenderal.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
(1) Apoteker yang telah memiliki
Surat Penugasan atau Surat Izin Kerja
berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 184/Menkes/Per/
II/1995 tentang Penyempurnaan
Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin
Kerja Apoteker sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 695/Menkes/Per/VI/2007, dianggap
telah memiliki STRA,
SIPA,
atau SIKA berdasarkan Peraturan
Menteri ini.
(2) Asisten Apoteker dan Analis Farmasi
yang telah memiliki Surat
Izin Asisten Apoteker dan Surat Izin Kerja
Asisten Apoteker berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 679/Menkes/SK/V/2003 tentang Registrasi dan Izin Kerja Asisten Apoteker, dianggap telah memiliki STRTTK dan SIKTTK berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(3) Apoteker atau Asisten Apoteker dan Analis
Farmasi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib mengganti Surat Penugasan,
Surat Izin Kerja, Surat Izin Asisten
Apoteker, atau Surat
Izin Kerja Asisten Apoteker dengan STRA dan SIPA/SIKA
atau
STRTTK
dan
SIKTTK paling
lambat
31
Agustus
2011
sesuai
dengan
Peraturan
Menteri ini.
Pasal 35
(1) Dalam rangka mengganti
surat penugasan dan/atau SIK dengan STRA
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat (3), dilakukan dengan cara mendaftar melalui website KFN.
(2) Pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
selambat- lambatnya 1 (satu) bulan
sebelum tanggal 31 Agustus 2011 dengan
melampirkan:
a.
fotokopi Kartu Tanda Penduduk/Surat Izin Mengemudi/Paspor;
b. fotokopi ijazah Apoteker;
c. SIK
atau Surat Penugasan; dan
d. pas foto terbaru berwarna
ukuran 4x6 cm sebanyak
2 (dua) lembar
dan ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Setelah mendapatkan STRA untuk pertama kalinya, Apoteker
wajib mengurus SIPA dan SIKA di dinas kesehatan kabupaten/kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.
Pasal 36
(1) Dalam rangka mengganti SIAA atau SIK
Asisten
Apoteker
dengan
STRTTK
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (3), dilakukan dengan cara mendaftar melalui dinas
kesehatan provinsi.
(2) Pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
selambat- lambatnya 1 (satu) bulan
sebelum tanggal 31 Agustus 2011 dengan
melampirkan:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk/Surat Izin Mengemudi/Paspor;
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk/Surat Izin Mengemudi/Paspor;
b. fotokopi
ijazah Tenaga Teknis Kefarmasian;
c. SIAA
atau SIK Asisten Apoteker; dan
d.
pas foto terbaru
berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua)
lembar.
(3) Setelah mendapatkan STRTTK untuk pertama kalinya,
Tenaga Teknis Kefarmasian wajib mengurus SIKTTK di dinas kesehatan kabupaten/kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilakukan.
Pasal 37
Masa berlaku STRA, STRTTK, SIPA, SIKA, dan SIKTTK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36 diberikan berdasarkan tanggal kelahiran Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian yang bersangkutan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Pada saat
Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka;
a.
Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 184/Menkes/Per/II/1995 tentang
Penyempurnaan Pelaksanaan
Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker;
b.
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 679/Menkes/SK/V/2003 tentang
Registrasi dan Izin
Kerja Asisten Apoteker; dan
c.
Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 695/Menkes/Per/VI/2007 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
184/Menkes/Per/II/1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa
Bakti dan Izin
Kerja Apoteker;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 39
Peraturan Menteri
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di
Jakarta pada tanggal 3 Mei 2011
MENTERI KESEHATAN,
ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH
ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH
Langganan:
Postingan (Atom)